Oleh : Delia Anjali
Kendati tak banyak literatur yang membahas tradisi aqiqah sebelum masuknya Islam, syariat beraqiqah sendiri sudah dikenal dan biasa dilakukan oleh orang-orang pada masa jahiliyah. Pada masa itu, orang-orang jahiliyah menyembelih domba atau kambing untuk merayakan kelahiran anak laki-laki mereka.
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa tradisi aqiqah sebetulnya sudah biasa dilakukan pada masa jahiliyah. Pada masa sebelum masuknya Islam itu, aqiqah dilakukan dengan cara menyembelih domba atau kambing, kemudian mencukur rambut bayi. Setelah dicukur, kepala bayi kemudian dilumuri oleh darah hasil pemotongan domba atau kambing tadi.
Segera setelah Islam datang dan memasuki setiap lapisan masyarakat Arab, tradisi dan syariat aqiqah yang sebelumnya telah mengakar pada masa jahiliyah kemudian diteruskan dan disempurnakan. Secara teknis, pelaksanaan aqiqah pun menjadi sama sekali berbeda dengan pelaksanaan aqiqah pada masa jahiliyah. Pada masa sebelum masuknya Islam itu, aqiqah dilakukan dengan cara menyembelih domba atau kambing, kemudian mencukur rambut bayi. Setelah dicukur, kepala bayi kemudian dilumuri oleh darah hasil pemotongan domba atau kambing tadi. Namun, segera setelah Islam masuk, tradisi melumuri kepala bayi dengan darah hasil pemotongan hewan aqiqah tersebut diganti menjadi melumuri kepala bayi menggunakan air dari bebungaan dan/atau minyak wangi, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits:
“Dahulu (adat) kami pada masa jahiliyah, jika salah seorang di antara kami melahirkan anak, maka ia menyembelih kambing kemudian melumuri kepala si bayi dengan darah kambing itu. Setelah Allah menghadirkan Islam, kami menyembelih kambing, mencukur (menggundul) kepala si bayi, dan melumurinya menggunakan minyak bayi.” (HR Abu Dawud dari Buraidah).
Penggantian dan penyempurnaan tradisi melumuri kepala bayi yang tadinya menggunakan darah hewan aqiqah menjadi wewangian dijelaskan pula dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, yaitu:
“Aisyah Ra. mengatakan bahwa, ‘Dahulu orang-orang pada masa jahiliyah apabila mereka beraqiqah untuk seorang bayi, mereka melumuri kapas dengan darah aqiqah, lalu ketika mencukur rambut si bayi mereka melumuri kapas dengan darah aqiqah, lalu ketika mencukur rambut si bayi mereka melumurkan kapas dengan darah aqiqah tadi pada kepalanya’. Maka, Nabi Saw bersabda, ‘Gantilah darah itu dengan minyak wangi’.”
Selain itu, pelaksanaan aqiqah yang tadinya dilakukan hanya untuk anak laki-laki, kini boleh juga dilakukan untuk anak perempuan yang baru lahir. Jika mampu, untuk anak laki-laki, aqiqah dapat dilaksanakan dengan penyembelihan dua ekor kambing atau domba. Jika tidak mampu, maka aqiqah dapat dilakukan dengan hanya menyembelih seekor kambing atau domba untuk anak laki-laki. Penyembelihan seekor kambing tersebut tetap dihukumi sah, sebab, Nabi Muhammad SAW. pun mengaqiqahi cucu-cucunya, yaitu Hasan dan Husein bin Ali bin Abi Thalib dengan masing-masing satu ekor kambing.
Sementara, menyembelih seekor kambing saja sudah cukup untuk anak perempuan, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Imam Ahmad dan Tirmidzi dari Ummu Karaz al Ka’biyah, “Bagi anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing dan bagi anak perempuan disembelihkan satu ekor, dan tidak akan membahayakan kamu sekalian, apakah (sembelih itu) jantan atau betina.”
Proses aqiqah biasanya dilakukan ketika usia bayi memasuki hari ketujuh, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Seorang anak tertahan hingga ia diaqiqahi, (yaitu) yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama pada waktu itu.”
Namun, terdapat pendapat lain dari Sayyidah Aisyah dan Imam Ahmad yang menyebutkan bahwa aqiqah dapat dilakukan pada hari ke-7, ke-14, dan ke-20. Sementara, pendapat lain dari Imam Malik mengatakan bahwa jika aqiqah dilakukan saat hari ke-7 termasuk ke dalam sunnah, aqiqah disembelih pada hari ke-4, ke-8, ke-10, atau telah lewat dari hari-hari tersebut, dan/atau mungkin ketika keluarga sudah siap untuk melakukan aqiqah; waktu-waktu tersebut masih diperbolehkan. Daging-daging domba atau kambing yang telah disembelih tersebut kemudian dibagikan sebagaimana daging kurban. Yang membedakan diantara keduanya hanya, daging kurban utamanya dibagikan saat masih mentah, sementara daging aqiqah mesti dibagikan ketika sudah matang.
Ayah Bunda dapat langsung membagikan daging aqiqah yang sudah siap santap tersebut kepada sanak keluarga, kerabat, dan tetangga, apabila memercayakan aqiqah si kecil, buah hati tercinta, pada Syamil Aqiqah yang pastinya siap membuat hari spesial Ayah Bunda dan si kecil jadi #AntiRepotAntiRibet. Syamil Aqiqah menyediakan berbagai pilihan paket aqiqah yang bisa dapat Ayah Bunda pilih dan pertimbangkan di hari spesial si kecil.