Hukum Membatalkan Sholat Ketika Bayi Menangis

Bayi Menangis

Sering kali kita menjumpai situasi di mana saat orang tua sedang menjalankan shalat, bayi mereka yang masih kecil tiba-tiba menangis. Keadaan semacam ini dapat mengganggu konsentrasi ibadah shalat orang tua. Namun, apakah dalam keadaan seperti ini diperbolehkan bagi orang tua untuk membatalkan shalatnya?

Dalam Al-Qur’an dijelaskan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ 

 

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kalian membatalkan amal-amal kalian.” (QS. Muhammad, Ayat 33)

Berdasarkan ayat ini, membatalkan sebuah ibadah adalah tindakan yang dilarang oleh agama. Membatalkan shalat fardhu (wajib) tidak diperbolehkan dalam agama kecuali dalam situasi-situasi darurat yang ditentukan oleh syariah, seperti menyelamatkan nyawa seseorang atau mengatasi ancaman serius seperti hadirnya ular berbisa.

Membatalkan shalat hanya karena tangisan bayi, bukan merupakan bagian dari hal yang dianjurkan oleh syara’ sehingga tidak diperbolehkan bagi orang tua untuk meninggalkan shalat yang tengah ia lakukan kecuali tangisan bayi mengindikasikan keadaan yang dikhawatirkan akan keselamatan nyawanya, dan hal ini jarang sekali terjadi.

Solusi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mempercepat pelaksanaan shalat, terutama jika hanya rukun-rukun utama shalat yang dilakukan tanpa melibatkan sunnah-sunnah tambahan. Hal ini sejalan dengan contoh yang diberikan oleh Rasulullah ﷺ dalam kasus serupa. Seperti yang tercatat dalam hadits:

إِنِّي لاَقُومُ فِي الصَّلاَةِ أُرِيدُ أَنْ أُطَوِّلَ فِيهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلاَتِي كَرَاهِيَةَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمِّهِ 

“Saat Aku sedang shalat, aku ingin memperlama shalatku, lalu aku mendengar tangisan bayi, aku pun mempercepat shalatku khawatir akan memberatkan (perasaan) ibunya” (HR. Bukhari Muslim)

 

سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ مَا صَلَّيْتُ وَرَاءَ إِمَامٍ قَطُّ أَخَفَّ صَلاَةً وَلاَ أَتَمَّ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنْ كَانَ لَيَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فيخفف مخافة أن تفتن أمه

“Aku mendengar Sahabat Anas bin Malik berkata “Aku tidak pernah shalat di belakang imam yang lebih cepat dan lebih sempurna shalatnya dari Nabi Muhammad ﷺ. Saat Nabi Muhammad mendengar tangisan bayi, ia mempercepat (shalatnya) khawatir ibunya merasa tertekan” (HR. Bukhari)

Dalam konteks yang berbeda, saat orang tua sedang menjalankan shalat sunnah, seperti shalat qabliyyah, ba’diyyah, dhuha, atau jenis shalat sunnah lainnya, ada kemungkinan untuk membatalkan shalat tersebut dalam situasi semacam ini.

Kesimpulannya, secara umum, orang tua tidak diperbolehkan membatalkan shalat yang tengah dilakukan hanya karena tangisan bayi, kecuali situasinya mengancam nyawa. Dalam hal shalat sunnah, ada lebih banyak fleksibilitas.

 

Oleh : Dzuria Hilma Qurotu Ain